Monday, December 27, 2010

DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM ISLAM


Pandangan Islam Mengenai Imbalan Terhadap Faktor Produksi
Distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit, hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi. System ekonomi kapitalis memandang seorang individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekeyaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan berbagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi berpendapat bahwa kebebasan secara muntlak dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu, hak individu atas harta harus di hapuskan dan wewenang dialihkan kepada Negara sehingga pemerataan dapat diwujudkan.
Kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan masyarakat. Ada beberapa bentuk distibusi kekayaan atau pendapatan   yang diatur oleh islam:
1.      Sewa atas tanah
Menurut Ricardo Sewa adalah bagian hasil tanah yang di bayarkan kepada tuan tanah untuk penggunaan kekayaan tanah asli dan tidak dapat rusak. Menurut dai sewa adalah surplus diferensial. Ia merupakan selisih hasil tanah mutu unggul dengan hasil tanah mutu rendah. Mungkin timbulnya sewa karena kesulitan tanah sehubungan dengan permintaan. Hakikat pengertian sewa adalah pengertian tentang suatu surplus yang diperoleh suatu kesatuan khusus faktor produksi yang melebihi penghasilan minimum yang membutuhkan untuk melakukan pekerjaanya. Secara historik dan harfiyah, pengertian ini sangat dekat dengan gagasan pemberian alam bebas yang oleh para ahli ekonomi disebut dengan istilah tanah. Karena adanya tanah tidak disebabkan oleh manusia maka dalam pengertian ahli ekonomi, seluruh penghasilan tanah dapat disebut sebagai sewa. Karena pemberian alam secara Cuma-Cuma, maka tidak diperlukan pembayara untuk mengerjakannya.[1]
Islam mengakui tanah sebagai faktor produksi yang dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip dan etika ekonomi. Al-qur’an maupun as-sunnah banyak memberikan tekanan pada pembudidayaan tanah yang baik.[2]terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai keabsahan sewa. Hal ini disebabkan karena rasulullah pernah melarang penyewaan tanah namun pada kesempatan lainnya rasulullah memperbolehkan aktivitas ini baik secara tunai maupun bahgi hasil. Menurut rahman bahwa mengenai sewa ada sekelompok pemikir menganggap system bagi hasil merupakan sesuatu yang tidak sah atau haram. Penapat ini didasarkan hadists rasul yang menyatakan bahwa rasulullah pernah melarang penyerahan tanah dengan penyewaan atau dan pembagian hasil dengan mengambil hasil tanah.[3]
Rasulullah juga memerintahkan kepada pemilik tanah agar menggarap tanah mereka sendiri atau menyerahkan kepada orang lain dengan tanpa memungut pembayaran sewa. Karena rasul tidak menyukai sewa dalam bentuk apapun. Alasan larangan sewa tersebut karena adanya indikasi behwa penggarap tanah diexploitasi semata-mata untuk kepentingan si pemilik tenah sehingga hal ini dilarang.[4]
Mannan mengatakan bahwa sewa dipandang dari hukum islam tidak bertentangan dngan etika ekonomi islam. Menurutnya mengenai sewa usaha produktif diperlukan dalam proses menciptakan nilai secara bersama karena pemilik modal dan pengusaha ikut berperan aktif dalam produksi barang atau jasa. Pengambilan sewa harus didasarkan pada prinsip “tidak menganiaya atau dianiaya”.[5]
Dari pendapat di atas kita bisa menyimpulkan bahwa adanya larangan mengambil sewa adalah karena dikhawatirkan akan ada pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah penggarap. Sedangkan pendapat yang memperbolehkan sewa didasarkan pengambilan manfaat atas tanah oleh orang lain untuk usaha produktif. Selain itu tanah yang tadinya tidak dikelola diserahkan kepada orang lain untuk dikelola untuk memanfaatkannya agar bisa ikut membantu proses pendistribusian kekeyaan biar harta itu tidak berputar hanya dikalangan orang kaya, serta bisa mewujudkan rasa kasih sayang dan saling tolong menolong antar manusia.[6]


2.      Upah Bagi Pekerja
Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan. Benham mendefinisikan upah dapat mendefinisikan dengan sejumlh uang yang dibayar oleh orang yang memberikan pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai dengnan perjanjian.[7]
Teori upah yang pada umumnya diterima adalah teori prodouk marginal. Menurut teori ini upah ditentukan oleh keseimbangan antara kekuatan permintaan dan persediaan. Dengan mengasumsikan penyediaan tenaga kerjadalam suatu jangka waktu yang panjang, maka permintaan akan buruh dalam suatu kerangka masyarakat kapitalis, datang dari majikan yang memperkerjakan buruh dan factor produksi lainnya untuk membuat keuntungan dari kegiatan usahanya. Selama hasil bersih tenaga kerja lebih besar dari tarif upah itu, majikan akan terus mempekerjakan semakin banyak satuan tenaga kerja. Bagitu juga ketika mejikan memperhentikan tenaga kerja tambahan pada batas dimana biaya mempekerjakan buruh justru sama dengan tambahan yang dilakukan pada nilai jumlah hasil bersih.[8]
Beberapa hadist nabi saw, menjelaskan bahwa dalam pemberian upah kepada pekerja merupakan sesuatu yang diwajibkan karena telah menggunakan tenaga orang lain. Uapah atau gaji bisa membuat pendorong seseorang untuk giat bekerja. Upah adalah sebagai imbalan jerih payah seseorang atas pekerjaan yang telah dilakukan yang harus diberikan secara adil. Rasulullah saw menganjurkan pembayaran upah kepada seorang pekerja sebelum keringat pekerja tersebut kering.
Demikianlah islam memberikan penjelasan tentang keharusan membayar upah kepada seorang pekerja. Dalam melakukan pembayaran upah ini harus disesuaikan dengan apa apa yang yang telah dilakukan (adil) dan dianjurkan untuk membayar upah secepatnya. Selain itu dilarang mengeksploitasi tenaga seorang pekerja. Oleh karena itu sebelum kita melakukan pekerjan kita harus membuat perjanjian yang harus dijelaskn besar kecil upah yang dibayar dan apa jenis pekerjaan yang kita lakukan.
3.      Imbalan Atas Modal
Modal adalah sesuatu yang diharapkan dapat memberikan penghasilan pemiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya. Tabungan yang terkumpul dari masyarakat menjadi sebuah modal. Akumulasi tabungan yang terkumpul sebagai modal digunakan perusahaan untuk menyediakan barang modal dalam melakukan produksi untuk memperoleh keuntungan lain yang labih besar.
Tabungan adalah hasil dari kumpulan pendapatan masyarakat yang tidak digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi. Dalam ajaran islam tabungan yang diakumulasikan harus diinvestasikan. Sebagaimana mannan menegaskan bahwa islam mengakui modal serta peranannya dalam proses produksi. Islam juga mengakui bagian modal dalam kekayaan nasional, hanya sejauh mengenai sumbangannya yang ditentukan sebagai persentasi laba yang berubah-rubah dan diperoleh bukan dari persentase tertentu dari kekayaan itu sendiri.[9]
Modal akan produktif dalam arti tenaga kerja yang ditunjang dengan modal akan lebih menghasilkan sehingga adanya laba sebagai pendorong seseorang melakukan investasi. Teori islam mengenai modal lebih realistic,luas, mendalam, dan etik. Etik di sini maksudnya islam menekankan landasan keadilan yang membebaskan perilaku eksploitasi terhadap prilaku produksi.[10]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laba merupakan pembayaran untuk asumsi resiko pengusaha. Karena pemilik modal tidak bersifat pasti atau berupa sisa kadang besar kadang rugi. Secara umumdapat disimpulkan bahwa islam memperbolehkan adanya imbalan berupa laba bagi peranan modal dalam proses produksi yang tidak tetap.
4.      Laba Bagi Pengusaha
Laba merupakan bagian keuntungan seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya mengelola usahanyamengelola perusahaan dengan mengabungkan beberapa factor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi keuntungan kapada perusahaan lain yang lebih mumpumi dalam hal produksi.
Seorang pengusaha harus bekerja dengan benar, karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Factor-faktor produksi yang dikelola merupakan suatu amanah, sehingga ia harus melaksanakan amanah tersebut.
b.      Dia harus membayar upah kepada para pekerja tanpa harus menganiaya pekerja dan siapa saja yang bekerja sama dalam usahanya temasuk pemilik modal.
c.       Dia harus berlaku adil dalam membagi keuntungan kepada yang berhak menerimanya
d.      Seorang pengusaha diperbolehkan mengambil keuntungan atas peranannya dalam menjalankankan perusahaan. Dia harus berlaku jujur dan adil dalam pembagian keuntungan perusahaan dan tidak boleh mengurangi hak orang lain.
B.     Konsep Distribusi Pendapatan Dalam Islam
Konsep islam menjamin sebuah distribusi pendapatan yang memuat nilai-nilai insane, karena dalam konsep islam distribusi pendapatan meliputi beberapa hal :
1)      Kedudukan manusia yang berbeda satu sama lain merupakan kehendak allah. Perbedaan ini merupakan bagian upaya manusia untuk bisa memahami nikmat allah, sekaligus memhami kedudukannya dengan sesamanya. Allah berfirman dalam surat la-An’aam ayat 165 yaitu “Dan dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian(yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Manusia tidak bisa menentukan dirinya untuk berkedudukan lebih tinggi atau rendah, karena semua itu telah ditentukan allah.
2)      Pemilikan hartanya pada hanya beberapa orang dalam suatu masyarakat akan menimbulkan ketidakseimbangan hidup dan preseden buruk bagi kehidupan. Sebagaimana firman allah dalam surat Huud ayat 116, “dan orang-orang yang zalim itu hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada diri mereka dan mereka adalah orang-orang yang berdosa “ bila orang yang mampu merendahkan orang yang kurang mampu, akan menimbulkan kecendrungan orang tidak mampu akan bersifat rendah diri. Bila dalam masyarakat timbul fenomena ini akan muncul sifat tidak syukur nikmat maka di dalamnya timbul”penindasan” dan “pembodohan”.
3)      Pemerintah dan masyarakat mempunyai peran penting untuk pendistribusikan kekayaan dalam masyarakat. Allah berfirman pada surat adz-Dzaariaat ayat 19 yaitu”dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak tmendapat bagian”. Demikian allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berpiki. Rasulullah memerintahkan untuk mengelola sector-sektor perekomian yang digunakan untuk kemaslahatan ummat.
4)      Islam menganjurkan untuk membagikan harta lewat zakat, sedekah, infaq Dll, guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan social. Surat al-Hasyr ayat 7 yaitu”supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”.[11]     
   
    


[1] Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek ekonomi Islam,PT. Dana Bhakti Wakaf,Yogyakarta,1995,Hal.78
[2] Muhammad Abdul Mannan, ekonomi islam: Teori dan Praktek, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1993, hal.56
[3] Azfalurrahman, Doktrin Ekonomi islam. Jilid II, Yogyakarta:PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, hal. 279
[4] Mannan,Op.cit.
[5] QS, Al baqaraah:279
[6] Ekonomi Mikro Dalam Perspektif  Islam
[7] Afzalurrahman, 1995 hal. 36
[8] Muhammad Abdul Mannan, hal. 79
[9] Mannan,Loc.cit. hal. 124
[10] Ibid.
[11] Arsyad, Lincolin, Ikhtisar teori, 1995, Yogyakarta, hal. 232-234

No comments:

Post a Comment

silakan masukannya